Ketoprak Tobong: Warisan Teater yang Hanya Bisa Kamu Temukan di Kediri

 

Ketoprak Tobong. Sumber: Kediri Pedia

Hai Sobat Abhinaya Meraki! Pernah dengar tentang Ketoprak Tobong? Kalau belum, siap-siap jatuh cinta sama salah satu seni pertunjukan tradisional paling unik dan seru dari Jawa, khususnya Kediri. Ketoprak Tobong bukan cuma soal hiburan, tapi juga penggabungan apik antara drama, musik, tari, dan cerita rakyat. Bayangin, kamu nonton teater keren di panggung kayu sederhana yang bisa pindah-pindah tempat, bikin suasana jadi lebih hidup. Seni ini nggak cuma melestarikan cerita lokal, tapi juga jadi pengingat kuat tentang akar budaya yang perlu terus kita jaga di tengah gempuran hiburan modern. Yuk, kita bahas lebih dalam tentang seni teater yang satu ini!

Ketoprak Tobong itu salah satu seni pertunjukan tradisional yang super khas dan populer banget di Jawa, terutama di Kediri. Jadi, ketoprak ini adalah seni teater yang menggabungkan drama, musik, dan tari, dan biasanya menceritakan kisah-kisah rakyat, legenda, atau cerita sejarah.

Nah, yang bikin Ketoprak Tobong ini unik adalah penggunaan tobong, alias panggung terbuka yang bisa berpindah-pindah. Jadi, pertunjukannya bisa diadakan di berbagai tempat, bikin suasana jadi lebih seru dan menarik.

Ketoprak Tobong sebenarnya dihapus dari tradisi teater rakyat yang muncul di masyarakat Jawa pada abad ke-19. Dulu, pertunjukan ketoprak ini dimainkan di panggung tetap dan biasanya digunakan untuk menyampaikan cerita-cerita epik atau kisah-kisah sejarah.

Namun seiring berjalannya waktu, ketoprak ini menjadi lebih seru dan dinamis. Kini, hiburannya bisa dilakukan di mana saja dengan menggunakan tobong, yaitu panggung yang bisa berpindah-pindah. Panggung ini biasanya terbuat dari kayu dan mempunyai atap yang sederhana. Jadi, suasana pertunjukannya jadi lebih hidup dan menarik.

Ketoprak tobong bukan sekedar pagelaran seni biasa. Pertunjukan ini sangat fleksibel terhadap pengaruh dan perubahan zaman, namun tetap setia pada akar seni tradisionalnya. Jadi, meski ada banyak perubahan, esensi dari ketoprak tobong tetap terjaga. Walaupun ketoprak tobong mengadopsi beberapa pola dari seni Eropa, cerita lokal dan folklor Jawa tetap menjadi fondasi utama pertunjukan ini. Semua lakon yang ditampilkan biasanya diambil dari sejarah lokal, terutama dari babad Tanah Jawa.

Cerita-cerita ini kemudian dikombinasikan dengan perkembangan pengetahuan dalam seni hiburan, yang membuat ketoprak tobong jadi cikal bakal dunia teatrikal di Jawa, khususnya di Yogyakarta. Jadi, meskipun ada pengaruh luar, akar budaya lokal tetap menjadi yang utama.

Ketoprak Tobong itu bukan sekadar hiburan seni, tapi juga jadi media hiburan yang bisa dinikmati semua kalangan masyarakat. Pertunjukan ini sering diadakan di alun-alun, lapangan, atau tempat umum lainnya, jadi saja bisa datang dan menikmatinya tanpa batasan ruang dan waktu. Seru banget kan?

Salah satu ciri khas utama dari Ketoprak Tobong adalah panggung terbuka yang membuat penonton bisa duduk di sekitar pertunjukan. Ini memberi kesan lebih dekat antara penonton dan pemain. Panggungnya biasanya dilapisi dengan sederhana, namun cukup menggambarkan suasana cerita yang lagi ditampilkan.

Selain itu, Ketoprak Tobong juga terkenal dengan musik gamelan yang mengiringi alur cerita. Alat musik tradisional seperti kendang, gong, dan saron menambah nuansa khas yang membuat emosi dalam pertunjukan semakin kuat. Jadi, pengalaman menontonnya jadi lebih seru dan mendalam.

Pemain dalam Ketoprak Tobong biasanya mengenakan kostum tradisional Jawa yang kental dengan nuansa budaya lokal. Tata rias mereka juga cukup mencolok, sehingga sangat mudah membedakan antara pemeran utama dan tokoh antagonis.

Cerita yang disampaikan pun bervariasi, mulai dari kisah pewayangan, cerita rakyat, hingga drama sosial yang menggambarkan kehidupan masyarakat. Ketoprak Tobong ini bukan sekedar pertunjukan seni, tapi juga cerminan dari dinamika sosial dan budaya masyarakat Jawa.

Pertunjukan ini sering menyentuh tema-tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, seperti perjuangan hidup, cinta, persahabatan, hingga konflik sosial yang ada di masyarakat. Jadi, nggak heran kalau banyak orang suka nonton.

Seni ketoprak, khususnya yang bentuk Tobong, bukan hanya sekadar pertunjukan, tapi juga jadi media komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan moral, budaya, dan nilai-nilai sosial. Kadang, cerita yang diangkat bisa berfungsi sebagai kritik sosial terhadap keadaan politik atau kondisi masyarakat saat itu, tapi tetap disampaikan dengan cara yang menghibur.

Seiring waktu, Ketoprak Tobong juga beradaptasi. Beberapa kelompok seni mulai memasukkan unsur-unsur modern ke dalam pertunjukan mereka, seperti alat musik modern, pengaruh sinetron atau film, hingga efek visual yang lebih canggih. Tapi intinya tetap sama: kolaborasi antara seni pertunjukan, musik, dan budaya lokal.

Sayangnya, Ketoprak Tobong kini menghadapi tantangan dari budaya pop dan hiburan modern yang semakin mendominasi. Beberapa kelompok seniman berusaha mempertahankan tradisi ini dengan mengadakan pertunjukan di berbagai tempat, dari desa sampai kota, supaya Ketoprak Tobong tetap dikenal dan diapresiasi oleh generasi muda.

Ketoprak Tobong bukan cuma sekadar pertunjukan seni, tapi juga cerminan jiwa masyarakat Jawa yang penuh kreativitas dan kebijaksanaan. Meski kini menghadapi tantangan dari budaya pop dan hiburan modern, seni ini terus beradaptasi sambil menjaga esensinya. Dengan cerita yang menyentuh, musik gamelan yang syahdu, dan kritik sosial yang disampaikan secara halus, Ketoprak Tobong menawarkan pengalaman menonton yang nggak cuma menghibur, tapi juga bermakna. Jadi, ayo kita dukung keberlanjutan seni ini, karena budaya tradisional seperti Ketoprak Tobong adalah warisan berharga yang patut kita banggakan dan lestarikan!


Penulis: M. David Bahtiar 


Jangan lupa follow ya!

Instagram: @abhinayameraki

TikTok: @abhinaya.meraki

Youtube: Abhinaya Meraki


Sumber: 

https://kediripedia.com/nonton-ketoprak-tobong-satu-satunya-di-jawa-timur-tiketnya-5-ribu-rupiah/

https://radarkediri.jawapos.com/features/781284844/ketoprak-tobong-nasibmu-kini



Komentar