![]() |
Pertunjukkan Jaranan. Sumber: Foto Pribadi |
Hai Sobat Abhinaya Meraki! Siapa bilang budaya tradisional cuma buat orang tua? Jaranan Kediri, salah satu seni khas dari Kediri, buktinya masih tetap seru dan relevan banget buat kita, Gen Z! Gimana nggak, meski sudah berumur ratusan tahun, Jaranan tetep punya daya tarik yang nggak ada matinya. Yuk, kita kulik lebih dalam tentang Jaranan Kediri yang nggak cuma keren, tapi juga penuh makna!
Membahas
Kediri, kita nggak bisa lepas dari seni tradisional yang satu ini: Jaranan
Kediri! Kesenian yang mirip dengan kuda lumping ini udah ada sejak lama,
tepatnya masuk ke Kediri dari Ponorogo sekitar abad ke-19. Uniknya, meskipun
teknologi terus berkembang pesat, Jaranan Kediri masih bisa bertahan dan tetap
eksis sebagai bagian dari identitas budaya di daerah ini.
Kediri memang terkenal dengan berbagai kekayaan
pariwisatanya. Selain wisata alam dan sejarah, kota ini juga punya banyak
tradisi budaya yang sampai sekarang masih hidup dan dilestarikan, termasuk
Jaranan. Masyarakat Kediri tidak hanya melihat Jaranan sebagai hiburan atau
pertunjukan seni; ini adalah sebuah kebanggaan, sebagai bukti nyata bahwa
tradisi leluhur masih terjaga di tengah arus globalisasi.
Sejarahnya?
Rumit, tapi menarik banget! Mengulik
lebih dalam, Jaranan Kediri ternyata punya sejarah yang panjang dan penuh
makna. Kesenian ini konon muncul di masa kerajaan kuno di Jawa Timur dan
menjadi tradisi turun-temurun yang diwariskan sejak era Hindu-Buddha. Cerita di
balik asal-usulnya bahkan kerap dikaitkan dengan kisah Dewi Sangga Langit,
putri dari Raja Airlangga.
Dikisahkan, Dewi Sangga Langit adalah putri cantik yang
banyak dilamar para pangeran dan bangsawan sakti. Namun, dia ingin mencari
suami yang unik, bukan sekadar kuat. Maka, ia mengadakan sayembara—barangsiapa
yang mampu menciptakan sebuah kesenian yang belum pernah ada di Pulau Jawa,
akan menjadi suaminya. Dari sini, Klana Sewandono, salah satu pelamar,
menciptakan kesenian yang kemudian menjadi cikal bakal seni Jaranan dan Reog.
Dalam iringan yang membawa Dewi Sangga Langit dari Kediri ke Wengker (nama lama
dari Ponorogo), digunakanlah kuda buatan dari anyaman bambu, lengkap dengan
alat musik yang kini kita kenal sebagai bagian dari pertunjukan Jaranan.
Jaranan Kediri nggak hanya soal tarian dan musik; seni ini
kaya akan nilai filosofis dan spiritual. Dalam tarian ini, penari menggunakan
properti berupa "jaran" atau kuda buatan dari anyaman bambu dan
cambuk. Setiap unsur dalam pertunjukan ini punya makna tersendiri. Penari kuda
lumping, misalnya, melambangkan prajurit kerajaan yang gagah perkasa. Sementara
itu, kesenian ini juga dianggap memiliki aura mistis yang kuat karena kerap
diiringi oleh unsur kesurupan sebagai bagian dari pertunjukan.
Ada berbagai jenis properti dan peran yang dimainkan dalam
tarian ini, mulai dari penari dengan kuda lumping, topeng barongan Singo
Barong, hingga tokoh Bopo atau Bomoh yang berperan sebagai "ayah"
bagi para Warok (pemimpin ritual). Semua ini dilengkapi dengan kostum yang khas,
seperti udeng, rompi, dan selendang warna-warni yang membuat tarian semakin
memikat.
Tidak hanya tarian dan cerita, Jaranan Kediri juga dikenal
dengan properti khasnya. Berikut adalah beberapa elemen utama dalam pertunjukan
Jaranan:
- Kuda
Lumping
– Terbuat dari anyaman bambu berbentuk kuda. Ini adalah elemen utama yang
digunakan penari untuk menciptakan kesan sedang menunggang kuda.
- Celeng
(Topeng Babi)
– Ada penari yang mengenakan topeng celeng atau babi, yang biasanya
melambangkan kekuatan kasar dan liar.
- Topeng
Barongan Singo Barong
– Ini adalah tokoh singa dalam pertunjukan yang sering berperan sebagai
penjaga atau pelindung.
- Topeng
Barongan Kucingan alias Klana Sewandono – Tokoh Klana Sewandono yang ikut dalam sayembara Dewi
Sangga Langit juga dihadirkan sebagai karakter penari.
- Bopo
atau Bomoh
– Merupakan tokoh pemimpin ritual yang dihormati dan dianggap sebagai
bapak oleh para Warok. Kostum Bopo sangat khas dengan kaos lorek dan
penadon Ponoragan.
- Musik
Pengiring
– Musik khas yang mengiringi Jaranan ini melibatkan kendang, kenong, gong,
dan slompret. Iringan musiknya mengalir dengan nada rancak dan penuh
energi, menambah aura magis pertunjukan.
Menonton Jaranan bukan hanya sekadar melihat tarian; ini
adalah sebuah perjalanan. Pertunjukan biasanya dimulai dengan "Buka
Kalangan," saat para Bopo membawa sesajen dan dupa, diiringi cambukan
besar ke tanah. Setelah itu, pertunjukan masuk ke rangkaian tarian yang
menggambarkan perjalanan prajurit. Ada tarian kuda lumping, tarian celeng,
tarian barongan kucingan, hingga tarian barongan Singo Barong. Yang paling
menarik, biasanya di puncak acara, ada momen "kesurupan" di mana
penari menunjukkan sisi mistis tarian ini dengan gerakan di luar kontrol mereka
sendiri.
Di tengah perkembangan teknologi dan budaya populer, Jaranan
Kediri masih eksis dan tetap menjadi kebanggaan masyarakat Kediri. Ini nggak
sekadar hiburan tradisional, melainkan juga cerminan dari kekuatan budaya dan
identitas lokal yang terus hidup di hati masyarakatnya. Banyak komunitas seni
di Kediri yang terus merawat dan mengembangkan kesenian ini agar generasi muda
tidak melupakan warisan leluhur.
Penulis: Novi Dwi Putriana
Instagram: @abhinayameraki
TikTok: @abhinaya.meraki
Youtube: Abhinaya Meraki
Sumber:
Komentar
Posting Komentar