![]() |
Njoto. Sumber: ESI Kemdikbud |
Hai, sobat Abhinaya Meraki! Kembali lagi dengan kami yang punya banyak informasi seputar budaya dan sastra yang tentunya dirangkai dengan cara yang kekinian untuk kalian. Oh ya, ngomong-ngomong soal sastra, ada satu tokoh politikus yang suka banget sama sastra nih. Siapa dia? Ayo baca sedikit kisahnya di sini : )
Njoto, atau yang memiliki nama asli Lukman Njoto,
lahir pada 17 Januari 1927 di Ledokombo, Jember. Orang tua Njoto adalah Raden Sasro Hartono, seorang
keturunan keluarga kerajaan Surakarta dan ibunya bernama Masalmah. Njoto
memiliki dua adik perempuan, Sri Windarti dan Iramani. Ketika masih berusia
anak-anak, Njoto dan Windarti bersekolah di Hollands Inlandsche Scholl
di Jember, yang mana ketika itu mereka tinggal bersama kakek dan nenek dari
pihak ibu di Kampung Tempean, Jember. Alasan Njoto dan Windarti bersekolah di
Jember adalah inisiatif dari sang ayah karena menganggap sekolah Belanda lebih
terorganisir daripada sekolah prbumi. Setelah sekolah
reguler, Njoto mengadakan les privat di malam hari dengan Meneer Darmo. Beliau
menikah dengan putri bangsawan Keraton Solo, Soetarni dan memiliki tujuh anak.
Pada usia 17 tahun, Njoto tergabung sebagai anggota
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang menjadi awal dari perjalanan
politiknya. Bayangkan aja, di usia segitu udah terjun ke politik! Gimana bisa,
ya? Tak berhenti disitu, ia juga menduduki berbagai posisi penting, mulai dari
DPRD hingga menjadi menteri. Aktivitas politiknya berkembang pesat, meski Njoto
lebih banyak belajar secara otodidak. Pada tahun 1945, Njoto bersama beberapa
temannya mendirikan PKI Seksi Besuki, di mana ia menjabat sebagai ketua divisi
Agitasi dan Propaganda (Agitprop). Ketika KNIP diperluas pada 3 Maret 1947, Njoto
terpilih sebagai salah satu wakil PKI, meskipun ia harus memalsukan tahun
kelahirannya menjadi dua tahun lebih tua demi memenuhi syarat usia.
Njoto juga diangkat sebagai kepala Bagian Penerangan
di Sekretariat Pusat FDR, yang semakin mengukuhkan posisinya dalam lingkaran
politik. Pada September 1948, Njoto masuk dalam politbiro baru PKI bersama
tokoh-tokoh muda seperti D.N. Aidit, M.H. Lukman, dan Sudisman, yang lebih
menyukai kepemimpinan Musso. Selain itu, Njoto berperan penting dalam membangun
"PKI jalan baru" pada tahun 1951, di mana ia terus memegang pengaruh
besar. Di puncak kariernya, ia menjabat sebagai wakil ketua CC PKI, serta
menjadi menteri tanpa portofolio sejak tahun 1963.
Selain berperan aktif di dunia politik, Njoto juga
memiliki ketertarikan mendalam pada sastra dan budaya. Bayangin aja, eni dan
politik, bener-bener combo yang kuat! Ia dikenal sering menulis kritik terhadap
sastrawan dan budaya sastra pada masanya, seperti yang tergambar dalam
artikelnya yang berjudul “Friedrich Engels dan Kritik Sastra,” di mana ia
membahas dan mengkritik kondisi sastra di era Engels serta membandingkannya
dengan situasi zamannya sendiri. Selain artikel tersebut, Njoto juga menulis
beberapa puisi yang diterbitkan di Harian Rakjat, seperti "Tahun
Baru," "Catatan Peking," "Jangtoe,"
"Shanghai," "Merah Kesumba," "Variasi Haiku,"
"Variasi Cak," dan "Pertemuan di Paris." Puisi-puisi ini
kemudian dihimpun dalam buku Gugur Merah: Sehimpunan Puisi Lekra, Harian
Rakjat: 1950-1965 yang diterbitkan pada September 2008.
Njoto tidak hanya produktif dalam menulis sajak,
tetapi juga aktif menerjemahkan karya-karya sastra dunia, terutama dari sastra
Rusia. Melalui rubrik kebudayaan di Harian Rakjat, ia memperkenalkan
pembaca Indonesia pada karya-karya sastrawan internasional. Kritik sastranya
juga banyak menyoroti perkembangan ekosistem sastra di Indonesia, di antaranya
membahas kepenulisan Sitor Situmorang dan tema-tema yang diangkat oleh Utuy
Tatang Sontani.
Njoto dikenal sebagai pengagum sastra Uni Soviet
(Rusia), dengan karya-karya dari Nikolai Gogol hingga Dostoevsky yang menjadi
bacaan favoritnya. Kecintaannya terhadap sastra Rusia mendorongnya untuk
menerjemahkan dan menerbitkan puisi-puisi sastrawan Rusia di Harian Rakyat.
Beberapa karya yang ia terjemahkan di antaranya adalah puisi Petani Wajnika
karya Maxim Gorky dan Hari Pertama karya Wladimir Majakovski. Dia
bener-bener bisa nyambungin sastra dunia ke Indonesia, ya! Tidak hanya itu,
Njoto juga berperan dalam memperkenalkan puisi-puisi tokoh komunis dunia ke
Indonesia. Ia menerjemahkan karya-karya Karl Marx, Pablo Neruda, hingga Mao Tse
Tung, yang memperkaya dunia sastra Indonesia dengan pandangan global dari
perspektif para tokoh tersebut.
Di samping kiprahnya dalam dunia sastra, Njoto juga
berperan penting dalam membangun gerakan kebudayaan di Indonesia. Pada tahun
1950, bersama D.N. Aidit dan beberapa seniman lainnya, Njoto mendirikan Lembaga
Kebudayaan Rakyat (Lekra) di Jakarta. Sebagai Pemimpin Redaksi Harian Rakjat,
Njoto memberikan ruang yang luas bagi seniman-seniman Lekra untuk menulis dan
mengekspresikan pendapat mereka.
Mantan jurnalis Harian Rakjat dan seniman Lekra,
Amarzan Ismail Hamid, yang kini berusia 72 tahun, mengenal Njoto sebagai
politikus dan seniman yang multi-talenta. Selain mahir berorasi, Njoto juga
cakap dalam menulis puisi dan esai, meniup saksofon, berdansa, serta berbicara
dengan fasih tentang musik. “Dia adalah seniman serba bisa,” ungkap Amarzan
pada pertengahan September lalu. Njoto juga berperan menjaga agar “garis” Lekra
tetap tidak berubah menjadi “merah” oleh PKI. Dia memahami bahwa tidak semua
anggota Lekra adalah komunis, dan dia berkomitmen untuk mempertahankan posisi
Lekra seperti itu.
Jadi itu sobat Abhinaya Meraki sedikit
tentang bapak politikus sekaligus penggemar sastra di era PKI. Sangat
menginspirasi bukan? Semoga setelah membaca tentang Lukman Njoto kalian juga
semakin tekun belajar dalam bidang sastra yaaa. Sampai jumpa di konten selanjutnya
:*
Penulis: Rosiana Putri
Jangan lupa follow ya!
Instagram: @abhinayameraki
TikTok: @abhinaya.meraki
Youtube: Abhinaya Meraki
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Nasional_Indonesia
https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Njoto
https://www.jumpaonline.com/2018/09/19/22/14/32/2730/njoto-sisi-lain-kader-pki/ulas/adminonline/
https://nasional.tempo.co/read/517718/mengenang-njoto-di-lekra?page_num=2
https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Njoto
Komentar
Posting Komentar